Nusantaratv.com - Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik menyatakan rekomendasi yang diberikan pihaknya kepada Pemerintah RI terkait kasus Irjen Ferdy Sambo berisi masalah-masalah teknis kepolisian. Atas itu, pihaknya tak menyinggung secara khusus dugaan kasus pelecehan seksual yang dialami oleh PC dalam rekomendasi tersebut.
"Kalau ke Presiden tentunya kita bicara yang kaitannya pokok-pokok soal masalah dan penting rekomendasinya, supaya ada audit kinerja, ada pembenahan institusi Polri, pengawasan internal, teknis itu," ujar Taufan, di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin (12/9/2022).
"Ini kan ke Presiden, bukan ke penyidik. Kalau ke penyidik lain lagi," imbuhnya.
Taufan mengatakan, pihaknya secara resmi telah menyerahkan laporan penyelidikan Komnas HAM kepada Polri, Kamis (1/4/2022) pekan lalu. Atas itu, dia menyerahkan proses selanjutnya kepada polisi.
"Hari ini kami bicara mengenai rekomendasi kami kepada Presiden. Jadi, saya kira yang detailnya tempo hari sudah kepada Polri, silakan penyidik Polri mendalami," kata dia.
Diketahui, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyampaikan rekomendasi kepada Pemerintah RI. Rekomendasi ini berkaitan dengan laporan Komnas HAM mengenai penyelidikan kasus pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat (Brigadir J) di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo.
"Kami menyampaikan ada lima rekomendasi kami kepada Bapak Presiden atau Pemerintah Republik Indonesia," kata Taufan dalam jumpa pers di Kantor Kemenko Polhukam.
Ada lima poin rekomendasi Komnas HAM untuk pemerintah, antara lain:
1. Kami meminta untuk melakukan pengawasan atau audit kinerja dan kultur kerja di Kepolisian Republik Indonesia untuk memastikan tidak terjadinya penyiksaan, kekerasan, atau pelanggaran hak asasi manusia lainya.
"Kami sebutkan ini tidak semata-mata berangkat dari kasus Brigadir Yosua, tapi juga dari data-data pengaduan atau kasus-kasus yang kami tangani selama ini, terutama dalam lima tahun periode di bawah kepemimpinan kami," kata Taufan.
2. Kami meminta kepada Bapak Presiden untuk memerintahkan Kapolri untuk menyusun suatu mekanisme pencegahan dan pengawasan berkala terkait penanganan kasus kekerasan penyiksaan, atau pelanggaran HAM lainnya yang dilakukna oleh anggota Polri.
"Seperti yang sekarang kita alami, anggota Polri-nya bahkan pejabat tingginya yang melakukan tindak kekerasan atau penyiksaan itu. Maka diperlukan suatu mekanisme pencegahan dan pengawasn berkala," tutur Taufan.
3. Melakukan pengawasan bersama dengan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia terhadap berbagai kasus-kasus kekerasan, penyiksaan, atau pelanggaran hak asasi manusia lainnya yang dilakukan oleh anggota Polri.
4. Mempercepat proses pembentukan direktorat pelayanan perempuan dan anak di Polri.
5. Memastikan infrastruktur untuk pelaksanaan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), termasuk kesiapan kelembagaan dan ketersediaan peraturan pelaksanaannya.
"Kita tahu ini undang-undang baru yang diputuskan pada tahun ini. Masih dibutukan kelengkapan-kelengkapan infrastrukturnya," tandas Taufan, mengharap pemerintah memastikan peraturan pelaksanaan UU TPKS.




Sahabat
Ntvnews
Teknospace
HealthPedia
Jurnalmu
Kamutau
Okedeh