Perkara yang Seret Anak Vincent Rompies, Reza Indragiri Sebut Polisi Patut Bedakan Bullying dan Ragging

Nusantaratv.com - 24 Februari 2024

Pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel menyebut pihak kepolisian patut cermat membedakan antara tindakan bullying dan ragging dalam kasus Arlo Febrian, korban bully Geng Tai yang menyeret anak artis Vincent Rompies. (Foto: Tangkapan layar YouTube Rhoma Irama Official)
Pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel menyebut pihak kepolisian patut cermat membedakan antara tindakan bullying dan ragging dalam kasus Arlo Febrian, korban bully Geng Tai yang menyeret anak artis Vincent Rompies. (Foto: Tangkapan layar YouTube Rhoma Irama Official)

Penulis: Adiantoro

Nusantaratv.com - Pihak kepolisian sepatutnya cermat membedakan antara tindakan bullying dan ragging.

Hal itu disampaikan pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel dalam menyikapi kasus Arlo Febrian, korban bully "Geng Tai" yang menyeret anak artis Vincent Rompies.  

"Kekerasan siswa terhadap siswa lain tidak mutlak berupa bullying. Polisi patut mencermati secara spesifik, mana bullying dan mana ragging," kata Reza dalam keteranganya di Jakarta, dikutip dari Antara, Sabtu (24/2/2024).

Dia menilai masih banyak masyarakat maupun lembaga yang belum begitu akrab dengan istilah ragging. Jika bullying diterjemahkan sebagai perudungan. Ragging belum ada sinonimnya dalam bahasa Indonesia.

Namun, kata Reza, bullying dan ragging sama-sama tindak kekerasan. Sama-sama prilaku yang tidak baik. Menurutnya, ragging merupakan tindakan seorang anak atau siapapun dengan sengaja mendekati geng yang dikenal urakan agar bisa bergabung ke dalamnya.

Dan orang tersebut, atau anak tersebut tahu di mana setiap anggota baru akan dikenai perlakuan tidak senonoh dan serbaneka kekerasan. Kemudian, lanjut dia, bergabunglah anak atau seseorang tadi ke dalam geng tersebut dan menjalani ritual atau seremoni kekerasan yang memang merupakan identitas atau budaya geng itu.

"Kalau kronologinya sedemikian rupa, maka kekerasan yang menimpa anak tersebut tidak bisa serta-merta dikategori sebagai bullying. Itu ragging," urai Reza.

Dalam bullying, sebut dia, dikotomi pelaku dan korban sangat jelas. Sedangkan dalam ragging, relasi antar anak atau seseorang tadi tidak lagi hitam putih. Terlebih, jika si anggota baru bertahan dalam geng tersebut, maka dia pun sesungguhnya bukan korban.

"Mindset-nya adalah dia secara sengaja melalui 'masa belajar' untuk kelak menjadi pelaku kekerasan pula," sebutnya.

Bahkan betapa pun si anggota baru babak belur, tetap saja anak atau seseorang tadi awalnya bukan korban bullying. Kecuali andai saat dipukuli si anggota baru itu merasa sakit, tak sanggup bertahan, ingin berhenti, apalagi jika dia minta agar tak lagi digebuki, namun anggota-anggota lama terus menghujaninya dengan pukulan, maka pada saat itulah ragging berubah menjadi penganiayaan.

Baik bullying maupun ragging, tegas Reza, keduanya memang harus disetop. Namun dengan mengidentifikasi secara akurat apakah kejadian yang polisi tangani sesungguhnya merupakan bullying atau ragging, sehingga proses penegakan hukum akan berjalan tepat sasaran.

"Begitu juga masyarakat akan bisa menakar sebesar apa simpati perlu diberikan," tukas Reza.

Dapatkan update berita pilihan terkini di nusantaratv.com. Download aplikasi nusantaratv.com untuk akses berita lebih mudah dan cepat melalui:



0

(['model' => $post])