Petani: Larangan Ekspor CPO Jadi Sejarah Terburuk Industri Sawit RI

Petani: Larangan Ekspor CPO Jadi Sejarah Terburuk Industri Sawit RI

Nusantaratv.com - 12 Mei 2022

Ilustrasi. (Net)
Ilustrasi. (Net)

Penulis: Mochammad Rizki

Nusantaratv.com - Larangan ekspor hasil olahan buah sawit dirasa sangat menyengsarakan petani. Sebab, ini terjadi semasa semua harga pupuk dan pestisida melambung tinggi, serta seiring dengan itu, harga sawit dan turunannya tengah merangkak naik. 

“Ini benar-benar sangat memukul usaha petani sawit,” ujar petani sawit swadaya asal Sumatra Utara, Soaduon Sitorus beberapa waktu lalu. 

Larangan ekspor sendiri diberlakukan pemerintah guna memaksa ketersediaan minyak goreng berlimpah, dan harganya murah hingga Rp14 ribu/liter.

Menurut Soaduon, melalui kebijakan larangan ekspor hasil olahan buah sawit, pemerintah sama saja telah bertindak memaksa industri sawit dari hulu ke hilir, agar menjual hasil sawitnya semurah-murahnya di dalam negeri. Sampai kebutuhan di dalam negeri sesuai harga yang ditetapkan negara terpenuhi. Keputusan ini dipandang tak turut memperhatikan nasib petani. 

“Petani sawit adalah salah satu stakeholder utama di bagian hulu industri sawit, sebagai penghasil tandan buah sawit (bahan baku minyak goreng). Keputusan pemerintah ini bukan hanya terasa sangat merugikan bagi petani sawit, tetapi ini kenyataan yang sangat kejam,” kata dia.

Menurutnya kondisi ini menjadi sejarah terburuk bukan hanya bagi petani sawit, namun juga keseluruhan stakeholder industri sawit. Termasuk merugikan pengusaha perkebunan sawit dari hulu hingga hilir, serta negara.

Apalagi, kata Soaduon larangan ekspor dibuat dengan alasan demi memenuhi kebutuhan dalam negeri, yang pada kenyataannya kebutuhan dalam negeri masih jauh di bawah hasil produksi. Atas itu hal ini dianggap menjadi keputusan yang tidak masuk akal. 

“Ketika negara gagal mengimplementasikan regulasi program win-win solution berupa kebijakan DMO dan DPO minyak goreng, sebagai jalur distribusi khusus minyak goreng untuk kepentingan domestik, siapa yang harus bertanggungjawab? Bukankah itu adalah tanggung jawab pihak yang ditugasi menjalankan dan mengawasi regulasi? Bukankah mereka yang harus dievaluasi dan dibenahi?” papar dia.

Karenanya pihaknya berharap negara bertanggung-jawab secara adil dalam memberlakukan larangan ekspor. Mengutip infosawit.com, Soaduon meminta negara bertanggung-jawab menampung dan membeli sesuai harga pasar global semua produksi buah sawit petani dan perkebunan, terutama semua turunannya yang dilarang untuk ekspor.

“Hak kekuasaan negara terhadap hasil pertanian, perkebunan dan peternakan tidak bisa disamakan dengan kekuasaan negara pada hasil tambang sumber daya alam yang terkandung di dalam perut bumi,” pungkasnya. 

Dapatkan update berita pilihan terkini di nusantaratv.com. Download aplikasi nusantaratv.com untuk akses berita lebih mudah dan cepat melalui:



0

x|close